Sebagai salah satu franchise game terbesar dalam sepanjang sejarah industri game modern, Call of Duty tak pernah absen dalam menarik perhatian penggemar dan para kritikus. Meskipun franchise besutan Activision ini mendominasi game FPS, nyatanya banyak sekali kritik dan kontroversi yang menyelimutinya.
Kritik dan Masalah Pengembangan Call of Duty
Gameplay Call of Duty kerap kali menjadi sasaran kritik para kritikus game. Namun, sebenarnya, bukan hanya sisi itu saja yang mendapat kritikan. Berikut adalah beberapa masalah pengembangan Call of Duty yang hingga kini terus menjadi sorotan utama.
1. Prioritas pada statistik individu
Salah satu kritik utama yang dilontarkan terhadap franchise Call of Duty adalah bahwa game satu ini cenderung mendorong pemain untuk lebih memperhatikan prestise pribadi dibanding kerja sama tim. Meskipun game ini fokus pada mode multiplayer yang didesain untuk lebih mengutamakan kerja sama tim, nyatanya banyak pemain yang cenderung fokus pada pengembangan statistik mereka sendiri, misalnya terkait jumlah kill atau kemenangan individu.
Bila dipahami secara lebih komprehensif, kecenderungan tersebut justru menyebabkan kurangnya kerja sama dan koordinasi antar pemain yang pada akhirnya menyebabkan masalah dalam permainan tim. Adanya sistem ranking yang menentukan peringkat pemain berdasarkan statistik masing-masing individu juga memperkuat tren ini. Akibatnya, banyak pemain yang justru lebih fokus dalam mengejar prestasi pribadi dibanding tujuan bersama dalam tim.
2. Model bisnis berorientasi pada uang
Aspek lain dari game Call of Duty yang kerap menjadi sasaran kritik para kritikus game adalah model bisnisnya. Franchise game satu ini menawarkan banyak konten dan fitur menarik, seperti senjata, peta tambahan, dan item-item lainnya. Namun fitur-fitur tersebut dalam kondisi terkunci atau baru bisa didapatkan bila pemain mau membelinya.
Itu artinya pemain yang tidak mau mengeluarkan uang untuk membeli fitur atau item tambahan cenderung mendapatkan pengalaman bermain yang terbatas. Sementara itu, pemain yang mau merogoh kocek bisa menikmati gameplay yang jauh lebih seru dan potensi untuk memenangkan game juga lebih besar.
Nah, model bisnis inilah yang membuat Call of Duty menerima kritik habis-habisan dari para gamer maupun kritikus. Kritik tersebut tak hanya berkaitan dengan ketidakpuasan para gamer, melainkan juga dapat menciptakan ketimpangan sosial di antara pemain yang mampu dan tidak mampu secara finansial. Lebih lanjut, model bisnis ini juga menyulitkan akses para pemain terhadap seluruh konten di setiap seri Call of Duty.
3. Representasi perang yang cenderung menyesatkan
Perang merupakan sesuatu yang menakutkan. Perang menyorot kehancuran dunia dan sifat manusia yang cenderung merusak alam semesta. Banyak prajurit harus mengorbankan nyawa mereka demi negara dan bahkan tak jarang dari mereka yang bisa selamat tetapi harus mengalami trauma seumur hidup.
Namun, dalam franchise Call of Duty, kengerian semacam itu tidak ada. Musuh dalam game tak lebih dari sekadar sasaran tembak yang dapat meningkatkan statistik individu. Lebih lanjut, karakter yang dimainkan oleh setiap gamer bisa diibaratkan seperti dewa yang tak terkalahkan oleh peluru bahkan saat ia melakukan serangan. Padahal, dalam peperangan yang sesungguhnya, semua ini bukanlah hal yang wajar, terutama di dunia modern. Dengan demikian, Call of Duty masih belum mampu menangkap esensi perang melalui gameplay yang diberikan.
Kontroversi dan Tantangan dalam Franchise CoD
Meskipun populer dan mendominasi dunia FPS, franchise Call of Duty tak luput dari sejumlah kontroversi sekaligus tantangan yang hadir sepanjang perkembangannya. Berikut beberapa isu yang kerap muncul.
1. Monotonnya pengembangan
Beberapa gamer merasa bahwa setiap seri Call of Duty menjadi makin monoton dari waktu ke waktu. Gameplay yang ditawarkan sering kali terasa seperti salinan dari seri-seri sebelumnya dengan sedikit perubahan. Hal ini membuat pemain, terutama para penggemar setia, menjadi mudah bosan dan cenderung mencari game FPS lainnya yang menawarkan pengalaman yang lebih fresh.
2. Mikrotransaksi
Praktik penjualan dalam game dan mikrotransaksi telah menimbulkan masalah yang cukup pelik di antara pemain. Bahkan banyak gamer yang menganggap mikrotransaksi perlahan-lahan dapat mematikan dominasi Call of Duty. Pasalnya, tak sedikit pemain yang merasa bahwa gamer yang rela mengeluarkan lebih banyak uang adalah mereka yang bakal unggul di dalam permainan. Akibatnya, transaksi tersebut justru menciptakan ketidakadilan dalam permainan.
3. Kualitas campaign
Beberapa seri teranyar dari Call of Duty tak lepas dari kritik pedas para gamer dan kritikus. Pasalnya, campaign single-player dalam franchise ini terlalu singkat atau kurang komprehensif. Akibatnya, banyak pemain yang merasa kecewa dan kurang mendapatkan pengalaman bermain yang mengesankan.
Melihat beberapa kritik yang dilontarkan terhadap franchise Call of Duty, dapat dilihat bahwa franchise satu ini akan terus mendapatkan kritik seiring dengan perkembangannya. Hal ini menandakan bahwa sepopuler dan sebagus apa pun sebuah game, pasti akan ada satu atau dua aspek dari game tersebut yang akan menjadi pusat perhatian para kritikus dan gamer.